Jumat, 06 April 2012

MINGGU PALMA


Satu gerbang, dua sikap. Antara optimisme semu dan optimisme sejati.

Pada hari ini kita mengenangkan Tuhan Yesus memasuki kota Yerusalem, Kota Kudus. Dalam kitab Kejadian, Salem adalah kota dari Imam Allah Melkisedek (Kej 14:18; bdk Ibr 7:1.8). Salem itu sama dengan Yerusalem karena disebut Sion (Mzm 76:3). Sejarawan Yosephus (Ant., 1.180) menyatakan bahwa Yerusalem adalah sama dengan kota kuno Salem. Dalam Perjanjian Lama Yerusalem mempunyai kedudukan yang sungguh penting, bukan hanya karena secara politik merupakan tempat kedudukan Dinasti Daud, tetapi terutama karena di situ ada Bait Allah, yang menjadi pusat ibadat Israel. Yerusalem adalah kota kudus, tempat yang dipilih Tuhan untuk berada di tengah-tengah umat: “Di Yerusalem Aku akan menaruh nama-Ku” (2Raj 21:4; bdk 1Raj 11:13; 2Raj 23:27). Para nabi menubuatkan kota itu kan menjadi ibukota Kerajaan Mesias, dan semua bangsa akan dihadapkan pada Tuhan (Yes 2:1-5; 49:14-18; 52:1-10; bab 60-62; 65:17-25; Yer 31:38-40; Mi 4:1-4; Hag 2:7).

Yesus memasuki Yerusalem dengan jaya sebagai Mesias, putera Daud (Mat 21:1-11; Mrk 11:1-11; bdk Za 9:9). Raja yang dinantikan (Luk 19:38; Yoh 12:13). Di balik peristiwa yang kita kenangkan pada hari Minggu Palma, ketika Yesus dielu-elukan dan disambut dengan meriah ketika memasuki Yerusalem, juga sudah dibayangkan kesengsaraan yang akan dialami Yesus hingga wafat (Mrk 14:1 - 15:47), dan kebangkitannya yang jaya pada hari Paska. Kita diajak merenungkan realitas yang lebih besar lagi, suatu Yerusalem surgawi – kota kudus sejati dan pusat ciptaan baru Allah – yang sekalipun dilambangkan kota Yerusalem duniawi tetapi tidak sama dengannya. Sion duniawi itu adalah model dari gunung surga, yang di atasnya Yerusalem Baru akan didirikan (Gal 4:26; Ibr 12:22), dan sekaligus kota itu merupakan tempat mulia di mana orang-orang yang telah ditebus dihimpun di hadapan Tuhan (Yes 4:2-6; Yl 3:17; Ob 21; Mi 4;1-7; Why 14:1). Yerusalem Baru dilukiskan dalam Why 3:12 dan 21:1-22:5. Dalam Why 3:12 Yerusalem Baru dijanjikan kepada jemaat kaum beriman Filadelfia jika mereka tetap setia kepada Sabda Kristus (bdk Why 21:7). Dalam Why 21:1-22:5 Yerusalem mewakili Gereja, Mempelai Anak Domba, yang dengannya Yesus mengikatkan Diri (Why 21:9-21; bdk Ef 5:25-26; Why 19:7-9). Kota surgawi yang dibangun oleh Allah (bdk Ibr 11:10) mengizinkan Gereja yang memuji memadukan suara dengan ibadat surga dalam memuliakan Allah dan Anak Domba (KGK 757, 865).

Tantangan Minggu Palma
Ayunan daun palma dan kedua sisinya setelah Yesus memasuki gerbang Yerusalem menggambarkan dinamika dua sikap dari satu hati. Di satu pihak, iman kepada Yesus membuat kita menerima Dia sebagai raja agung dengan bayangan-bayangan indah, berseru dengan keras: "Hosana, terpujilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!" Tetapi tak lama kemudian terjadi pergeseran sikap ke sisi lain, di mana mereka yang menerima Yesus juga menuntut dengan seruan keras pula: "Salibkan Dia!"
Minggu Palma juga menunjukkan pendulum bagaimana kegembiraan besar di awal pekan kemudian berubah menjadi kekecewaan karena hilangnya optimisme kita pada hari-hari terakhir. Tetapi sebenarnya kegembiraan bukan lawan penderitaan. Lawan kegembiraan adalah hati yang beku, yang tak dapat merasakan. Memang berbagai penderitaan bertubi-tubi memang kemudian dapat mengubah hati menjadi hati yang beku. Tetapi hanya dengan kesedihan yang luar biasa hati yang beku itu didorong keluar dari kebekuannya supaya dapat merasakan kegembiraan yang lebih besar lagi.

Hati yang beku dan mengeras perlu "digepuk" seperti seonggok daging, dipukuli sedemikian sehingga simpul-simpul jaringannya terurai, dan menjadi lunak kembali, menjadi hati baru yang dapat merasa. Seperti itulah yang dilakukan Tuhan ketika mengajak kita pada hari Minggu Palma mengikuti perjalanan-Nya memasuki kota Yerusalem. Berayun ayun antara takwa dan hujat, antara dukungan dan khianat, antara gembira dan beku hati, tetapi kemudian dalam suatu peristiwa kehilangan yang besar, hati kita di-"rerujit" dipukuli, supaya peka kembali dan punya per-"hati"-an. Yesus memasuki Yerusalem untuk berbagi dengan kita, ikut menanggung penderitaan dan kefanaan kita. Kita dapat memasuki kegembiraan sejati Yerusalem baru bersama dengan Dia, jika kita juga mengikuti jalan Dia, jalan penderitaan di mana optimisme duniawi hilang, jika kita membiarkan hati kita bersentuhan dengan penderitaan, dan membuka diri kita. Tuhan berfirman, agar kita "tidak menyembunyikan diri terhadap (penderitaan) saudaramu sendiri" (Yes 58:7). Hanya dengan ikut serta dalam penderitaan, hilangnya optimisme dunia, kita menemukan optimisme yang sejati. Hanya dengan kehilangan kegembiraan semu, yang tidak peka pada penderitaan orang lain, kita menemukan kegembiraan sejati, yang tetap mengalir ke hati kita entah melalui tawa, entah melalui tangis. Minggu Palma yang bercorak gembira kemudian membuat kita tegang menunggu kekerasan yang akan segera tiba, namun kegembiraan sejati dalam kesetiaan kepada Tuhan yang mengorbankan diri sudah dari awal berdentum-dentum dalam tarian yang menjalar bagai wabah di relung hati, setiap kali kita bersentuhan dengan penderitaan sesama dan berkorban bersama Yesus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar